Warga Membludak, Polantas Atur Lalu Lintas di Lokasi Kebakaran Terra Drone
Jakarta — Malam hari Selasa (9/12/2025), lokasi kejadian kebakaran gedung Terra Drone di kawasan Cempaka Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat, tetap menjadi pusat perhatian. Meski petugas telah menyelesaikan proses pemadaman sejak sore, warga masih ramai berdatangan ke tempat kejadian sebagai “penonton” sekaligus penasaran melihat kondisi pascakatastrof.
Karena arus warga dan kendaraan yang terus masuk, petugas lalu lintas dari kepolisian (polantas) diturunkan di lokasi. Jalur lambat di Jalan Letjen Suprapto — tepat di depan gedung yang terbakar — ditutup. Semua kendaraan dialihkan ke jalur cepat untuk menjaga kelancaran arus lalu-lintas dan mencegah kemacetan parah.
Meski demikian, beberapa warga masih berhenti di pinggir jalan, mengamati bekas kebakaran, atau sekadar ingin melihat kondisi terbaru di TKP. Suasana menjadi ramai dan sedikit kacau, terlebih di malam hari ketika lampu jalan memantulkan sisa asap dan debu.
Kebakaran Tragis Terra Drone: 22 Korban Tewas, 19 Selamat
Kebakaran terjadi di gedung milik Terra Drone — perusahaan penyedia layanan drone — dan menelan korban jiwa yang tragis. Hingga malam ini tercatat 22 orang meninggal dunia: 7 pria dan 15 wanita. Sementara 19 orang dilaporkan berhasil selamat.
Korban tewas telah dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit untuk proses identifikasi. Operasi pemadaman sempat melibatkan puluhan unit mobil pemadam kebakaran serta belasan personel, yang mulai bekerja setelah laporan kebakaran masuk sekitar pukul 12.43 WIB siang. Api berhasil dikendalikan dan dinyatakan padam sekitar pukul 17.35 WIB sore.
Polisi pun langsung mengerahkan tim forensik dari Laboratorium Forensik Polri (Labfor) untuk melakukan olah TKP. Dari pemeriksaan awal, dugaan penyebab kebakaran mengarah pada baterai drone yang diduga overheat atau korsleting — namun penyelidikan masih terus berlanjut.
Suasana di Lokasi: Khawatir, Sedih, dan Kepedulian Publik
Begitu kabar kebakaran dan korban merebak — terutama jumlah korban meninggal — banyak warga, kerabat korban, dan masyarakat umum mendatangi lokasi TKP. Beberapa datang untuk melihat langsung kondisi gedung; sebagian lain sekadar datang untuk turut berduka. Suasana berkabung pun tercipta di sekitar area, dengan lilin, bunga, dan doa — terutama bagi keluarga korban.
Menurut beberapa saksi, banyak dari mereka datang karena ingin “melihat realitas” kebakaran — terutama titik api besar, bekas asap hitam, dan puing-puing kaca serta logam yang berserakan. Hal ini memunculkan kesan bahwa kebakaran tersebut bukan hanya peristiwa tragis, tapi juga “peristiwa besar” bagi warga Jakarta.
Namun, kehadiran banyak warga ini juga memunculkan potensi masalah — kemacetan, gangguan arus lalu-lintas, dan risiko keselamatan — terutama saat malam. Karena itu kehadiran polisi dan petugas lalu-lintas dinilai penting untuk menjaga ketertiban.
Mengapa Warga Ramai Datang? — Dorongan Empati & “Butuh Lihat Langsung”
Fenomena warga yang datang ke lokasi bencana bukan hal baru. Dalam kasus ini, ada beberapa motivasi kuat:
- Empati dan solidaritas: sebagian warga merasa terpanggil untuk ikut merasakan duka, memberi dukungan moral, atau bahkan membantu jika diperlukan — misalnya membantu evakuasi ringan, memberikan minuman atau bantuan kecil.
- Rasa ingin tahu & kepedulian: warga mungkin ingin mengetahui secara langsung bagaimana kondisi gedung pasca kebakaran, bagaimana skala kerusakan, dan berapa dampaknya terhadap lingkungan sekitar.
- Dokumentasi & saksi visual: sebagian orang mendokumentasikan kejadian — foto, video — sebagai bukti atau untuk sosialisasi di media sosial, agar korban dan tragedi tidak hilang dari ingatan publik.
- Kontrol sosial & pengawasan publik: kehadiran warga bisa dianggap sebagai bentuk pengawasan terhadap penanganan bencana — memastikan bahwa bantuan, evakuasi, dan proses tindak lanjut berjalan benar, tidak ada penyalahgunaan, dan korban mendapat perhatian.
Meski niatnya bisa positif, keramaian juga membawa risiko — dari aspek keselamatan, potensi gangguan arus lalu-lintas, hingga kemungkinan mengganggu proses penyelidikan dan evakuasi. Karena itu, pihak berwenang biasanya meminta warga untuk tetap menjauh dan menghormati proses olah TKP.
Tantangan Penanganan Setelah Kebakaran: Dari Penyelidikan Hingga Pemulihan
Investigasi Sebab Kebakaran
Tim forensik dari Labfor Polri sudah berada di lokasi dan tengah mendalami penyebab kebakaran. Dugaan awal mengarah pada baterai drone sebagai sumber api — kemungkinan dari overheat atau korsleting — tetapi penyebab pasti belum diputuskan. Pemeriksaan bagian penyimpanan baterai, instalasi listrik, ventilasi, dan sistem proteksi kebakaran akan menjadi fokus utama.
Proses ini penting bukan hanya untuk menetapkan penyebab, tetapi juga agar bisa mencegah kejadian serupa di masa depan — terutama pada gedung kantor atau fasilitas industri yang menyimpan baterai, peralatan elektronik, atau bahan mudah terbakar.
Pemulihan & Penanganan Lingkungan
Setelah kebakaran besar seperti ini, area sekitar gedung biasanya perlu “pendinginan” — pembersihan puing, penanganan debu dan asap, serta evaluasi kondisi struktur gedung. Di samping itu, pihak berwenang perlu memastikan bahwa lingkungan aman sebelum melepas penutupan jalur lalu-lintas dan membuka kembali akses warga.
Pendampingan Korban & Keluarga
Dengan puluhan korban meninggal dan selamat, dibutuhkan pendampingan — baik medis, psikologis, maupun administratif. Pemerintah dan perusahaan terkait harus menjamin hak korban: identifikasi, informasi kepada keluarga, bantuan jangka pendek dan jangka panjang, serta transparansi proses investigasi.
Komunikasi Publik & Transparansi
Sebagaimana terbukti dari keramaian warga di TKP, masyarakat membutuhkan informasi. Kelambanan atau ketidakjelasan penanganan bencana dapat memicu spekulasi, ketidakpercayaan, dan keresahan publik. Oleh sebab itu, komunikasi resmi dari pihak berwenang — mengenai jumlah korban, penyebab kebakaran, langkah penanganan, dan timeline pemulihan — sangat penting.
Ibu Kota Berkabung: Signifikansi Sosial dari Tragedi Terra Drone
Kebakaran dan tragedi di gedung Terra Drone bukan hanya soal kehilangan jiwa — tetapi juga soal kepercayaan publik terhadap standar keselamatan gedung, regulasi penyimpanan baterai elektronik, dan kesiapan tanggap darurat. Apalagi lokasi berada di pusat kota, dengan potensi dampak ke lingkungan luas.
Dengan puluhan korban, tragedi ini menyerukan pembenahan serius: regulasi teknis, inspeksi berkala bangunan, sistem proteksi kebakaran, kesadaran pekerja dan pengelola gedung, serta tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan manusia.
Masyarakat pun terlihat menunjukkan empati — dengan kehadiran di lokasi, doa, dan solidaritas terhadap korban. Ini memperlihatkan bahwa bencana semacam ini memengaruhi bukan hanya korban langsung, tetapi juga lingkungan sosial: tetangga, warga kota, dan publik luas.
Kesimpulan: Duka Mendalam — dan Panggilan untuk Perubahan
Kebakaran gedung Terra Drone di Jakarta Pusat telah meninggalkan bekas luka mendalam: 22 nyawa hilang, puluhan lainnya trauma, dan masyarakat kehilangan rasa aman. Namun, di tengah duka, ada pelajaran penting: keselamatan bangunan, regulasi, dan proteksi kebakaran harus menjadi prioritas — bukan setelah tragedi, tetapi sebelum.
Kehadiran warga pascakatastrof menunjukkan bahwa publik butuh kejelasan, transparansi, dan rasa peduli — bukan sekadar berita cepat, tetapi juga pemulihan nyata dan jaminan agar tragedi serupa tidak terulang.
Semoga para korban mendapat keadilan dan keselamatan warga kota makin diperkuat.

