Polri dan Kemenhut Bentuk Tim Khusus Selidiki Kayu Gelondongan Banjir Sumatera
Jakarta — Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) resmi membentuk tim gabungan untuk menyelidiki asal-usul kayu gelondongan yang terbawa banjir bandang di sejumlah wilayah di Pulau Sumatera. Langkah ini diambil menyusul temuan kayu-kayu besar yang hanyut dan menimbulkan kerusakan lingkungan, infrastruktur, serta korban jiwa.
Dalam pernyataan resmi, Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyampaikan bahwa koordinasi telah dilakukan dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan rapat perdana untuk merumuskan langkah penyelidikan segera digelar. “Jika ditemukan pelanggaran, kami akan tindak tegas,” tegas Kapolri.
Sementara itu, Raja Juli menekankan bahwa kayu-kayu itu berpotensi berasal dari aktivitas pembalakan — baik legal maupun ilegal — sehingga asal-usulnya harus ditelusuri hingga ke hulu sungai maupun area hutan.
Alasan Penyelidikan: Dugaan Pembalakan dan Dampak Bencana
Temuan ribuan potong kayu besar yang hanyut saat banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat membuat banyak pihak khawatir bahwa bencana tidak semata diakibatkan hujan — tetapi juga oleh perusakan lingkungan. Kayu tersebut, ketika terbawa arus deras, berfungsi seperti “bom kayu”: menghantam rumah warga, jembatan, bahkan menimbulkan korban jiwa.
Menurut pejabat dari unit penegakan hukum kehutanan Kemenhut, kayu tersebut dapat berasal dari berbagai sumber: pohon tumbang alami, material sungai, areal bekas penebangan legal, atau — yang paling mengkhawatirkan — hasil dari aktivitas ilegal seperti pembalakan liar atau pemalsuan dokumen izin.
Karena sifat potensi kerusakan serius dan tingginya korban akibat banjir plus kayu gelondongan, pemerintah memandang penting untuk menginvestigasi secara menyeluruh: bukan hanya asal kayu, tapi juga siapa yang memulai pembalakan, apakah sesuai prosedur, dan apakah ada pelanggaran pidana.
Langkah Investigasi: Teknologi dan Penyusuran Hulu–Hilir
Menurut Raja Juli, Kemenhut sudah mengantongi sampel kayu gelondongan yang ditemukan pasca-banjir. Sampel ini akan diperiksa menggunakan teknologi identifikasi modern — termasuk AIKO (Alat Identifikasi Kayu Otomatis) — yang memungkinkan pelacakan struktur kayu, melihat bekas penebangan, dan menentukan apakah potongan kayu berasal dari penebangan kasar, alat berat, atau cara tradisional.
Selain analisa laboratorium, tim gabungan Polri–Kemenhut akan melakukan survei langsung: menyusuri jalur sungai dari hulu hingga ke lokasi terdampak, memetakan daerah aliran sungai (DAS), serta menelusuri izin atau dokumen pembalakan di kawasan hutan dan areal penggunaan lain (APL). Tujuannya adalah menelusuri rantai pasok kayu — dari tempat asal hingga area terdampak.
Apabila ditemukan pelanggaran, baik dari segi lingkungan maupun hukum pidana kehutanan, pelaku akan diproses sesuai peraturan. Kapolri menegaskan komitmen Polri untuk mengusut hingga tuntas.
Tantangan: Asal Kayu Belum Teridentifikasi, Banyak Potensi Variabel
Meski sudah ada sampel dan tim penyelidik, proses tidak mudah. Direktur unit penegakan hukum kehutanan menyatakan bahwa kayu gelondongan bisa berasal dari banyak sumber — tidak selalu dari pembalakan ilegal langsung. Di antaranya: pohon yang tumbang alami, material lama di sungai, atau kayu dari area bekas penebangan legal yang kemudian terbawa banjir. Oleh karena itu, penyelidikan harus bersifat ilmiah dan cermat.
Sejak Januari sampai November 2025 saja, unit Gakkum Kemenhut telah menangani banyak kasus pembalakan ilegal di kawasan terdampak — di Aceh Tengah dan Solok (Sumatera Barat), di mana kayu ilegal berhasil diungkap dan disita. Namun, penyidik mencatat bahwa pelaku makin cerdas, kerap menggunakan dokumen izin palsu, meminjam nama pemegang hak atas tanah (PHAT), atau memindahkan kayu melalui jalur gelap agar tampak legal.
Penyelidikan kayu gelondongan ini akan menjadi ujian besar: apakah sistem hukum dan pengawasan kehutanan di Indonesia mampu menelusuri penyebab utama — bukan hanya efek bencana — serta menindak pelanggar secara adil dan transparan.
Harapan Pemerintah dan Masyarakat: Transparansi dan Rehabilitasi Lingkungan
Dengan dibentuknya tim gabungan dan penggunaan teknologi identifikasi canggih, pemerintah berharap bisa menemukan dan mengungkap akar persoalan — apakah kayu berasal dari aktivitas manusia (ilegal logging), dan siapa pihak bertanggung jawab. Jika terbukti, bukan hanya pelaku yang dihukum, tapi juga diharapkan ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem izin dan pengawasan hutan.

