NewsTeknologi

Foto Terang Surya di Aden: Harapan Baru dari Langit Yaman

Aden, Yaman — Di tengah bayangan perang yang belum sepenuhnya sirna, sebuah foto sederhana kini menjadi simbol harapan: panel surya yang bersinar terang di atas atap rumah-rumah di Aden.
Bagi sebagian besar dunia, itu mungkin hanya gambar biasa. Namun bagi warga Yaman, cahaya itu berarti kehidupan yang kembali.

Selama hampir satu dekade, Yaman telah hidup dalam kegelapan.
Perang saudara yang dimulai pada 2014 membuat negara itu terjerembap dalam salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Listrik mati berhari-hari, bahan bakar langka, dan infrastruktur porak-poranda.
Namun kini, matahari—yang dulu hanya menjadi saksi diam kehancuran—tiba-tiba menjadi sumber harapan baru.


Cahaya yang Mengalahkan Kegelapan

Aden, kota pelabuhan yang dahulu menjadi pusat ekonomi Yaman Selatan, kini perlahan bangkit.
Warga setempat mulai memasang panel surya di atap rumah, sekolah, dan masjid.
Di tengah reruntuhan bangunan yang hancur akibat bom, warna biru keperakan panel surya tampak mencolok—seolah mengabarkan: hidup belum berakhir.

“Kami tidak punya listrik selama bertahun-tahun. Sekarang, anak-anak bisa belajar di malam hari,” ujar Hassan al-Mutawakkil, guru di distrik Crater, Aden, kepada CNN Indonesia.

Inisiatif energi surya ini banyak dipelopori oleh organisasi lokal yang bekerja sama dengan lembaga internasional.
Proyek sederhana itu bukan hanya menyediakan daya listrik, tetapi juga menyalakan kembali rasa percaya diri warga Yaman.


Energi Surya, Harapan Murah yang Menjadi Mewah

Dalam kondisi ekonomi yang hancur, panel surya bukan barang murah.
Satu unit sistem rumah tangga berkapasitas 1 kWp bisa mencapai harga lebih dari USD 600 — angka yang sangat tinggi bagi keluarga dengan pendapatan di bawah USD 2 per hari.

Namun banyak warga memilih menabung atau bergotong royong demi membeli satu panel kecil.
Sebagian bahkan memanfaatkan barang bekas, memodifikasi baterai motor untuk menampung daya.

“Kami hidup dari sinar matahari, bukan dari janji politisi,” kata seorang teknisi muda, Ali Hassan, sambil tersenyum getir.

Energi surya menjadi jalan alternatif yang melampaui politik, agama, dan sekat perang.
Ia adalah bentuk perlawanan senyap rakyat kecil terhadap sistem yang gagal memberi mereka kehidupan.


Anak-Anak Belajar di Bawah Cahaya Baru

Salah satu pemandangan paling mengharukan di Aden adalah anak-anak yang belajar di malam hari dengan lampu LED bertenaga surya.
Bagi mereka, cahaya itu bukan sekadar penerangan, melainkan simbol masa depan.

Di sekolah-sekolah yang dulu hancur, kini berdiri kembali ruang-ruang darurat yang dialiri listrik dari panel surya.
Guru-guru memanfaatkan laptop dan proyektor sederhana untuk mengajar kembali.

“Kami menyebutnya ‘Matahari Allah’. Karena hanya dari sinar itu kami bisa terus hidup dan belajar,” tutur Nour, siswi berusia 14 tahun di Aden, yang kini bermimpi menjadi insinyur.


Di Balik Foto yang Viral

Foto yang diambil oleh jurnalis lokal Surya al-Khattab dan beredar luas di media sosial memperlihatkan barisan panel surya di atap-atap rumah kumuh Aden.
Cahaya keemasan sore hari memantul dari permukaannya, menciptakan kontras tajam antara langit cerah dan dinding bangunan yang berlubang akibat peluru.

Bagi dunia, gambar itu menjadi ikon ketahanan manusia: bahwa bahkan di tempat paling gelap sekalipun, manusia masih mencari terang.

“Setiap kilowatt energi dari matahari adalah tanda bahwa rakyat Yaman belum menyerah,” tulis al-Khattab dalam unggahannya di X (Twitter).


Dari Aden ke Dunia: Simbol Ketahanan

Fenomena energi surya di Yaman kini menarik perhatian dunia.
Lembaga-lembaga seperti UNDP dan UNICEF mulai mengalokasikan dana bantuan untuk memperluas proyek serupa ke wilayah Taiz dan Sana’a.

Meski kapasitasnya masih kecil, perubahan ini berarti besar bagi kehidupan warga.
Pompa air kini bisa berfungsi, klinik kecil kembali bisa menyalakan inkubator bayi, dan masjid-masjid mengumandangkan azan lewat pengeras suara untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun.

“Energi matahari tidak hanya menyalakan rumah, tapi juga menyalakan hati,” kata Ahmad bin Jaber, relawan lokal.


Kontras dengan Kekuasaan

Ironisnya, di tengah sinar baru ini, politik Yaman masih gelap.
Faksi-faksi bersenjata terus berebut wilayah dan sumber daya, sementara rakyat harus mencari cara bertahan tanpa menunggu uluran tangan pemerintah.

Panel surya, bagi sebagian warga, bukan hanya solusi energi — tapi bentuk kemerdekaan pribadi.
Mereka tak lagi menunggu listrik dari rezim mana pun. Mereka menyalakan lampu mereka sendiri.

Dalam makna yang lebih dalam, energi surya menjadi simbol perlawanan terhadap ketergantungan dan korupsi kekuasaan.
Dari sinilah muncul sebuah filosofi baru di Aden: “Kami tak butuh janji, kami butuh cahaya.”


Cahaya dari Timur Tengah yang Berbeda

Di tengah berita perang, krisis, dan tragedi yang kerap datang dari Timur Tengah, kisah Aden terasa seperti oasis.
Ia mengingatkan bahwa di balik semua kekerasan dan kepedihan, masih ada ruang bagi inovasi, kerja keras, dan harapan.

Cahaya matahari di Aden bukan hanya energi, tapi puisi hidup rakyat kecil yang terus berjuang tanpa pamrih.
Di dunia yang semakin gelap oleh polarisasi dan kebencian, sinar kecil dari Yaman justru menampar kesadaran global: bahwa kekuatan manusia sejati lahir dari kesederhanaan dan tekad.


Epilog: Cahaya yang Tidak Pernah Padam

Malam kini tak lagi hitam di Aden.
Di atas rumah-rumah sederhana, lampu-lampu bertenaga surya berkelap-kelip, menandakan kehidupan baru.
Anak-anak bermain di bawah cahaya lampu kecil, ibu-ibu memasak tanpa gelap, dan pria-pria tua duduk sambil tersenyum, menatap langit.

Mungkin mereka belum merdeka secara politik, tapi mereka telah merdeka dari kegelapan.
Dan di negeri yang hancur oleh perang, itu sudah merupakan kemenangan besar.

“Selama matahari masih terbit, kami akan terus hidup,” ujar Hassan, sambil menatap langit Aden yang memerah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *