Pendidikan Bermutu Dimulai dari Guru hingga Kemandirian Sekolah, Menteri: Capaian Literasi & Numerasi Masih Rendah
Yogyakarta, 13 September 2025 — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menekankan bahwa mutu pendidikan Indonesia harus ditingkatkan mulai dari kualitas guru hingga kemandirian sekolah. Pernyataan itu disampaikan dalam sesi Angkringan Pendidikan bertema Bermutu Untuk Semua pada Muhammadiyah Jogja Expo (MJE) ke-4 di Jogja Expo Center. Fokus utama adalah mengatasi rendahnya capaian literasi dan numerasi siswa serta fenomena schooling without learning. (Muhammadiyah.or.id)
Rendahnya Literasi dan Numerasi: Tantangan Besar Pendidikan Nasional
Mu’ti menyoroti bahwa hasil Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan tingkat literasi dan numerasi Indonesia masih di bawah rata-rata negara lain. Fenomena “kemiskinan belajar” (learning poverty) juga disebut sebagai bukti bahwa banyak siswa yang meskipun bersekolah, belum memperoleh pembelajaran yang bermakna.
Kebijakan terbaru yang diperkenalkan untuk mengatasi masalah ini adalah Tes Kemampuan Akademik (TKA). TKA bukan hanya akan menjadi salah satu indikator kelulusan, tetapi juga alat ukur kemampuan siswa dalam membaca, menulis, dan berhitung di awal masa sekolah. Sebelum pembelajaran reguler dimulai, siswa menjalani assessment bakat dan minat serta penilaian awal literasi dan numerasi. Tujuannya agar guru dan sekolah bisa mengetahui kondisi awal siswa dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran.
Deep Learning dan Peran Guru
Untuk memperbaiki mutu pembelajaran, pendekatan deep learning ditegaskan sebagai strategi penting. Mu’ti menyampaikan bahwa guru perlu dilatih agar mampu menerapkan pembelajaran yang mendalam — bukan hanya mengulang materi, tetapi membuat siswa memahami konsep, mampu berpikir kritis, dan menerapkannya dalam situasi nyata.
Penilaian kelulusan siswa ke depan tidak hanya akan mengandalkan nilai raport dan ujian, tetapi juga evaluasi karakter dan tingkat penguasaan kompetensi dasar. Hal ini dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran mendalam: guru menilai tidak hanya hasil akhir, tetapi proses belajar.
Sekolah Mandiri: Pengelolaan Keuangan dan Prioritas Pemerintah
Mu’ti juga menggarisbawahi pentingnya kemandirian sekolah dalam pengelolaan dana pendidikan. Menurutnya, terdapat praktik kurang sehat seperti pengajuan bantuan yang melibatkan “orang dalam”, yang menimbulkan kecurigaan terhadap transparansi.
Ia menyebut bahwa sekolah‐sekolah yang memiliki jumlah siswa lebih dari 2.000 secara teori sudah memiliki kapasitas untuk menabung (saving) dan mengelola keuangan sendiri. Sekolah seperti ini diharapkan dapat melihat bantuan pemerintah sebagai tunjangan bagi yang membutuhkan, bukan sebagai ketergantungan.
Pemerintah akan memprioritaskan bantuan kepada sekolah‐sekolah yang benar-benar memerlukan, sementara sekolah yang sudah mapan akan didorong untuk lebih mandiri. terutama dari sisi pengelolaan sumber daya dan keuangan.
Implementasi Kebijakan: Dari Angkringan hingga MPLS
Beberapa langkah implementatif sudah mulai dijalankan:
- Awal Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) akan disertai materi penelusuran bakat dan minat siswa, serta assessment awal kemampuan literasi dan numerasi, agar guru tahu kondisi awal siswa.
- Pemerintah mengadakan pelatihan bagi guru agar mampu menerapkan deep learning dalam proses pembelajaran sehari-hari. Metode ini dianggap penting agar siswa tidak hanya menghafal, tetapi mengerti dan bisa menerapkan.
Harapan & Tantangan Ke Depan
Ada beberapa harapan dan tantangan yang harus dihadapi agar kebijakan ini berhasil:
Harapan
- Agar literasi dan numerasi siswa Indonesia bisa meningkat dan jarak dengan negara lain bisa dipersempit.
- Guru lebih terlatih bukan hanya dalam aspek akademik, tetapi juga pengembangan karakter dan penilaian holistik.
- Sekolah bisa lebih mandiri dalam pengelolaan keuangan, sehingga alokasi bantuan bisa lebih tepat sasaran dan efisien.
Tantangan
- Melatih banyak guru agar mampu menguasai metode deep learning, terutama di daerah terpencil dengan akses pelatihan terbatas.
- Menyediakan assessment awal dan penelusuran bakat/unlock potensi siswa dengan sumber daya (tenaga dan materi) yang memadai.
- Mekanisme transparansi dan akuntabilitas dalam bantuan pendidikan agar tidak terjadi penyalahgunaan atau praktik “orang dalam”.
- Mengurangi disparitas antar sekolah kaya dan kurang, agar sekolah‐sekolah yang belum mandiri tidak ketinggalan lebih jauh.
Penilaian Pakar & Respon Publik
Pengamat pendidikan memandang langkah ini sebagai upaya yang tepat, namun menekankan bahwa semua elemen harus dijalankan secara konsisten. Tanpa pelaksanaan yang merata, sekolah di daerah yang kurang beruntung bisa semakin tertinggal.
Beberapa organisasi Muhammadiyah menyambut baik pernyataan kemandirian sekolah dan berharap ini bukan hanya retorika, tetapi ada dukungan nyata dalam bentuk pelatihan, dana, dan pendampingan.
Masyarakat dan orang tua juga mengharapkan agar penilaian karakter tidak sekadar formalitas, melainkan memiliki indikator yang jelas dan adil, serta dilaporkan secara transparan.
Kesimpulan
Pendidikan bermutu adalah kebutuhan mendasar untuk masa depan bangsa. Menteri Abdul Mu’ti melalui posisinya telah mengajukan berbagai kebijakan penting: Tes Kemampuan Akademik, pembelajaran mendalam, penilaian karakter, dan kemandirian sekolah dalam pengelolaan dana. Semua itu ditujukan untuk menjawab masalah nyata: literasi dan numerasi siswa yang rendah serta fenomena sekolah tanpa pembelajaran bermakna.
Namun, keberhasilan program ini tergantung seberapa baik kebijakan dipraktikkan, terutama di lapangan, sekolah-daerah terpencil, dan bagaimana dukungan sistemik disiapkan agar guru, sekolah, dan komunitas pendidikan dapat bekerja sama. Jika semua elemen ini berjalan selaras, pemerataan mutu pendidikan bukan lagi sekadar cita‐cita, tapi akan menjadi kenyataan.
