Polisi Temukan 400 Senjata Api dan Perlengkapan Militer di Afghanistan
Kabul — Kepolisian Afghanistan mengumumkan penemuan lebih dari 400 unit senjata api dan sejumlah perlengkapan militer dalam operasi besar di Kabul dan beberapa provinsi sekitarnya. Penemuan ini memperlihatkan masih rapuhnya situasi keamanan di negara tersebut, tiga tahun setelah pasukan asing meninggalkan Afghanistan dan kendali penuh berada di tangan pemerintahan Taliban.
Kementerian Dalam Negeri Afghanistan menyebut bahwa senjata-senjata itu ditemukan di sejumlah lokasi penyimpanan tersembunyi dan diduga terkait jaringan penyelundupan lintas provinsi. Dalam pernyataannya yang dikutip oleh Antara News, pihak berwenang menegaskan bahwa operasi ini merupakan bagian dari langkah untuk “menjaga stabilitas nasional dan mencegah aktivitas kriminal bersenjata.”
Operasi Gabungan di Kabul dan Nangarhar
Operasi penemuan senjata ini digelar secara gabungan oleh Direktorat Keamanan Nasional (GDI) dan aparat kepolisian Kabul.
Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Abdul Matin Qani, tim khusus dikerahkan ke beberapa distrik setelah laporan intelijen menunjukkan adanya peredaran senjata ilegal dalam jumlah besar.
“Kami menyita lebih dari 400 pucuk senjata api dari berbagai jenis, termasuk senapan serbu, pistol, senapan mesin ringan, dan peluncur granat,” ujar Qani dalam konferensi pers di Kabul, Jumat (4/10).
Selain senjata api, petugas juga menemukan ratusan unit perlengkapan militer, seperti peluru, rompi antipeluru, dan peralatan komunikasi taktis.
Beberapa di antaranya diketahui merupakan perlengkapan peninggalan militer asing yang dulu digunakan oleh pasukan Amerika Serikat dan NATO sebelum penarikan pada 2021.
Diduga Terhubung dengan Jaringan Penyelundupan Regional
Hasil penyelidikan awal menunjukkan bahwa sebagian besar senjata tersebut diduga berasal dari jaringan penyelundupan di perbatasan timur Afghanistan, terutama wilayah yang berbatasan dengan Pakistan.
Perdagangan senjata di wilayah ini telah lama menjadi masalah serius, terutama sejak berakhirnya perang dan mundurnya pasukan asing.
“Sebagian senjata ini kemungkinan besar dijual oleh kelompok bersenjata yang dulu bekerja sama dengan pasukan asing atau milisi lokal,” ujar seorang pejabat keamanan yang enggan disebut namanya kepada media lokal TOLOnews.
Pejabat itu menambahkan bahwa penyelundupan senjata kini menjadi bisnis gelap yang berkembang pesat, memanfaatkan ketidakstabilan politik dan lemahnya pengawasan di perbatasan.
Upaya Pemerintah Taliban Mengontrol Senjata
Sejak berkuasa pada Agustus 2021, pemerintahan Taliban menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan kepemilikan senjata di masyarakat.
Banyak kelompok lokal dan milisi masih menyimpan persenjataan dari masa konflik, baik untuk pertahanan diri maupun perdagangan ilegal.
Taliban mengklaim telah menjalankan beberapa operasi besar untuk mengumpulkan senjata, namun laporan lapangan menunjukkan bahwa perdagangan senjata di pasar gelap masih marak, terutama di provinsi seperti Kandahar, Nangarhar, dan Khost.
“Kami berkomitmen penuh untuk melindungi rakyat dan memastikan hanya pasukan resmi yang memiliki akses ke senjata api,” tegas Qani.
Namun pengamat keamanan menilai langkah itu belum cukup. Ketiadaan sistem registrasi nasional dan lemahnya institusi hukum membuat proses pengawasan sulit dilakukan.
Menurut laporan United Nations Assistance Mission in Afghanistan (UNAMA), sisa persenjataan yang beredar di masyarakat menjadi faktor utama meningkatnya kasus kekerasan dan bentrokan bersenjata antarkelompok.
Kondisi Keamanan yang Masih Rentan
Meski Taliban mengklaim telah memulihkan stabilitas di seluruh negeri, banyak wilayah di Afghanistan masih dilanda ketegangan.
Kelompok militan seperti ISIS-K (Islamic State Khorasan Province) terus melakukan serangan sporadis, menargetkan warga sipil, sekolah, dan masjid.
Penemuan 400 senjata api ini, menurut sejumlah analis, bisa menjadi indikator bahwa struktur keamanan internal Afghanistan masih jauh dari stabil.
“Kita melihat gejala yang sama seperti dekade 1990-an — saat senjata tersebar tanpa kontrol dan konflik bersenjata kecil mulai tumbuh dari akar sosial,” kata analis politik Kabul, Habib Rahmani, kepada Al-Jazeera Pashto Service.
Rahmani menilai, meskipun Taliban berhasil memusatkan kekuasaan politik, mereka belum memiliki kapasitas administratif yang cukup untuk melakukan demiliterisasi total terhadap populasi.
Dampak terhadap Warga Sipil
Bagi warga sipil, penemuan besar ini menimbulkan kekhawatiran baru.
Banyak di antara mereka takut bahwa senjata-senjata tersebut pada akhirnya akan kembali beredar di pasar gelap dan memperburuk kekerasan di tingkat lokal.
Fatima Noor, seorang guru di Kabul, mengungkapkan kecemasannya:
“Kami sudah terlalu lama hidup dengan suara tembakan. Kami ingin generasi anak-anak kami tumbuh tanpa rasa takut. Tapi kalau senjata masih beredar, bagaimana bisa ada kedamaian?”
Kelompok masyarakat sipil pun mendesak pemerintah agar lebih transparan dalam proses pemusnahan senjata sitaan, agar tidak terjadi kebocoran atau penjualan kembali oleh oknum aparat.
Reaksi Dunia Internasional
PBB dan beberapa lembaga internasional menyambut baik langkah pemerintah Taliban dalam menekan peredaran senjata, namun tetap menyoroti kurangnya akuntabilitas dalam proses penegakan hukum.
Laporan Amnesty International menyebut bahwa penyitaan senjata sering disertai penangkapan warga sipil tanpa proses hukum jelas.
Negara-negara tetangga seperti Pakistan dan Iran juga menyatakan keprihatinan.
Kedua negara tersebut telah lama menghadapi dampak langsung dari penyelundupan senjata Afghanistan, baik melalui peningkatan kriminalitas maupun konflik lintas batas.
“Kami mendukung setiap upaya untuk menstabilkan kawasan. Tetapi kami juga meminta adanya kerja sama yang lebih konkret antarnegara di kawasan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan, Mumtaz Zahra Baloch.
Kesimpulan
Penemuan 400 senjata api oleh polisi Afghanistan menjadi peringatan bahwa bayang-bayang perang masih membekas dalam tubuh negara itu.
Meskipun Taliban berusaha menegakkan kendali, fakta bahwa ratusan senjata dan perlengkapan militer masih tersebar menunjukkan kompleksitas keamanan pasca-perang.
Afghanistan kini berada di persimpangan sejarah: antara upaya membangun perdamaian dan ancaman masa lalu yang terus menghantui.
Sebagaimana dikatakan oleh seorang pengamat dari Kabul University,
“Selama senjata masih lebih mudah ditemukan daripada buku, Afghanistan belum sepenuhnya pulih dari perangnya.”
Related Keywords: operasi polisi Afghanistan, keamanan Kabul, penyelundupan senjata, Taliban, konflik Afghanistan