Berita MalamNewsPolitik

Respons Ketua DPR Soal IKN Jadi Ibu Kota Politik pada 2028

Pendahuluan

Wacana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur kembali mengemuka, kali ini dengan nuansa politik yang lebih tegas. Presiden Prabowo Subianto menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025. Keputusan ini menandai perubahan signifikan dari visi awal Presiden Joko Widodo, yang membayangkan IKN sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, sekaligus simbol peradaban baru Indonesia.

Namun, langkah ini memicu respons beragam. Ketua DPR Puan Maharani menegaskan pihaknya belum menerima kajian resmi dan akan menunggu penjelasan pemerintah sebelum mengambil sikap. Polemik pun muncul: apakah IKN benar-benar siap menjadi pusat politik pada 2028?


Perpres 79/2025 dan Arahan Presiden

Perpres yang diteken 30 Juni 2025 tersebut berisi pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah. Di dalamnya, Presiden Prabowo menekankan pentingnya percepatan pembangunan IKN agar bisa berfungsi sebagai ibu kota politik paling lambat pada 2028.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa Presiden memerintahkan Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, untuk menyelesaikan pembangunan utama dalam waktu tiga tahun. Target itu mencakup istana presiden, gedung DPR, serta infrastruktur dasar.

Dengan kata lain, fokus utama IKN di bawah pemerintahan Prabowo bukan sekadar sebagai simbol pemerataan pembangunan, melainkan pusat kekuasaan politik yang baru.


Respons Ketua DPR

Menanggapi penetapan ini, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa parlemen belum menerima laporan maupun kajian resmi terkait rencana menjadikan IKN sebagai ibu kota politik.

“Baru akan dilaporkan. Jadi saya belum mendengar dasarnya,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, 22 September 2025.

Ia menambahkan bahwa DPR akan menunggu kajian resmi dari pemerintah sebelum mengambil sikap. Menurutnya, keputusan besar seperti pemindahan fungsi politik negara tidak bisa hanya berdasar perintah eksekutif tanpa pertimbangan menyeluruh.


Visi Jokowi vs. Prabowo

Ketika pertama kali dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2019, IKN digagas sebagai ibu kota multifungsi: pusat pemerintahan, ekonomi hijau, teknologi, hingga pusat budaya nasional. Visi tersebut menekankan pemerataan pembangunan dan transformasi menuju Indonesia yang lebih berkelanjutan.

Namun, di bawah Prabowo, arah kebijakan tampak lebih terfokus. Menjadikan IKN sebagai ibu kota politik berarti fungsi utamanya adalah pusat pemerintahan dan parlemen. Sementara aspek ekonomi dan budaya tidak lagi menjadi prioritas utama.

Bagi sebagian pihak, langkah ini dianggap realistis mengingat keterbatasan anggaran dan kompleksitas pembangunan. Tetapi bagi pengkritik, ini dianggap sebagai penyimpangan dari visi besar yang dulu dijanjikan.


Tantangan Pembangunan IKN

Menjadikan IKN sebagai ibu kota politik bukan hanya soal membangun gedung. Ada tantangan besar yang harus dihadapi:

  1. Pendanaan
    Biaya pembangunan IKN diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah. Sebagian besar diharapkan berasal dari investasi swasta. Namun, hingga kini realisasi investasi belum sepenuhnya sesuai target.
  2. Infrastruktur
    Selain istana dan gedung DPR, infrastruktur dasar seperti jalan, transportasi publik, energi, dan telekomunikasi harus siap sebelum 2028. Tanpa itu, fungsi politik IKN tidak bisa berjalan.
  3. Sumber daya manusia
    Pemindahan aparatur sipil negara, anggota DPR, hingga pejabat kementerian memerlukan persiapan sosial dan logistik yang besar.
  4. Lingkungan hidup
    Kalimantan Timur adalah kawasan dengan ekosistem hutan tropis yang rapuh. Pembangunan masif berisiko merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan hati-hati.

Perspektif Akademisi dan Pakar

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Iwan Setiawan, menilai penetapan IKN sebagai ibu kota politik adalah bentuk kompromi. Menurutnya, Prabowo mungkin menyadari keterbatasan untuk mewujudkan visi multifungsi ala Jokowi, sehingga memilih fokus pada aspek politik.

“Dengan menjadikannya ibu kota politik, pemerintah setidaknya bisa menunjukkan hasil nyata pada 2028. Tetapi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang fungsi ekonomi dan sosial yang dulu dijanjikan,” ujarnya.


Harapan dan Kekhawatiran Publik

Bagi sebagian masyarakat, terutama di Kalimantan, pemindahan ibu kota tetap dipandang positif. Kehadiran pusat politik baru diharapkan membawa lapangan kerja, pembangunan infrastruktur, dan peluang ekonomi.

Namun, ada pula kekhawatiran bahwa proyek ini hanya akan menambah beban APBN, tanpa memberikan manfaat nyata bagi warga sekitar. Suara-suara kritis juga mempertanyakan apakah benar pemindahan pusat politik bisa mengurangi beban Jakarta, atau justru menimbulkan masalah baru.


Penutup

Penetapan IKN sebagai ibu kota politik melalui Perpres 79/2025 menjadi babak baru dalam perjalanan megaproyek ambisius ini. Ketua DPR Puan Maharani memilih menunggu kajian resmi sebelum bersikap, sementara publik terus memperhatikan arah kebijakan pemerintah.

Apakah IKN benar-benar siap menjadi pusat politik Indonesia pada 2028? Pertanyaan itu masih menggantung, tetapi satu hal jelas: keputusan ini akan menentukan wajah politik Indonesia di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *