Ayah Bupati Bekasi Jadi Perantara Uang Ijon Proyek, KPK Sebut Sering Minta “Jatah” Sendiri
Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap detail kasus dugaan korupsi yang melibatkan pejabat publik di Kabupaten Bekasi. Tidak hanya Bupati nonaktif Ade Kuswara yang ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ayahnya, HM Kunang, juga menjadi aktor sentral dalam pengaturan aliran uang proyek dan disebut berperan sebagai perantara uang “ijon” dari pihak swasta kepada pejabat daerah.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu memaparkan bahwa sejak Desember 2024 hingga Desember 2025, Ade rutin meminta uang ijon proyek kepada seorang kontraktor swasta bernama Sarjan (inisial SRJ) melalui ayahnya, HM Kunang. Uang tersebut dimaksudkan sebagai uang muka dari paket proyek yang akan digarap di masa mendatang.
Peran Ayah Sang Bupati
Asep menjelaskan bahwa peran HM Kunang bukan sekadar perantara biasa. Selain menyampaikan permintaan uang dari anaknya, Kunang juga acap kali bertindak independen, meminta uang sendiri kepada sejumlah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan pihak swasta tanpa sepengetahuan Ade. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan Kunang tidak semata karena hubungan keluarga, tetapi telah berkembang menjadi jaringan pengambil keuntungan dari jaringan proyek pemerintah daerah.
Pihak KPK menemukan bahwa aktivitas permintaan uang itu dilakukan tidak hanya satu kali. Dalam beberapa kesempatan, Kunang meminta jatah uang kepada pihak kontraktor meskipun proyek yang dijanjikan belum ada secara resmi. Menurut penyidik, hal ini memperlihatkan bahwa skema tersebut telah berlangsung secara sistematis dan terstruktur selama kurun lebih dari satu tahun terakhir.
Jumlah Uang Ijon dan Alur Penyerahan
Dari pemeriksaan awal, KPK mendapatkan informasi bahwa total uang ijon yang diterima oleh Ade dan HM Kunang mencapai sekitar Rp 9,5 miliar. Dana itu diterima melalui beberapa tahap penyerahan dan perantara, yang kemudian mengalir ke rekening dan pihak yang berkepentingan dalam struktur pemerintahan daerah. Meski proyek yang menjadi dasar permintaan uang itu belum terealisasi, kedua tersangka diduga memperlakukan uang tersebut sebagai semacam “jaminan” untuk paket proyek di masa mendatang.
Berdasarkan keterangan saksi dan hasil pendalaman penyidik, uang tersebut berasal dari berbagai kanal, termasuk dari birokrasi internal pemerintahan di Kabupaten Bekasi dan rekanan swasta yang selama ini menjadi kontraktor tetap di wilayah tersebut. Kaitannya dengan “ijin proyek” menunjukkan adanya praktik yang menyimpang dari ketentuan etika dan hukum terkait pengadaan serta pelaksanaan proyek pemerintah.
Penetapan Tersangka dan Penahanan
KPK secara resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini: Bupati Bekasi Ade Kuswara, ayahnya HM Kunang, dan pihak swasta SRJ sebagai pemberi uang. Penahanan dilakukan untuk memastikan kelancaran proses penyidikan dan mencegah penghilangan barang bukti atau pengaruh terhadap saksi. Ketiganya kini ditahan dalam tahanan KPK selama 20 hari pertama sejak 20 Desember 2025.
Dalam aturan hukum, selain keterlibatan sebagai penerima, tersangka juga bisa dikenakan pasal lain terkait permintaan dan penerimaan uang tanpa dasar proyek yang jelas, termasuk pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, dan perantara penerimaan suap.
Respon Publik dan Dampak
Kasus ini memicu reaksi tajam dari publik, terutama karena yang terlibat adalah pejabat tinggi daerah dan anggota keluarganya sendiri. Warga menilai bahwa praktik “uang ijon” jelas merugikan proses demokrasi, transparansi anggaran, dan moral birokrasi. Selain itu, kasus ini terjadi di tengah upaya pemerintah pusat memperkuat integritas birokrasi di seluruh tingkatan pemerintahan.
Selain itu, kasus ini kian menarik perhatian karena menunjukkan modus baru dalam korupsi proyek daerah: bukan sekadar menerima suap setelah proyek disahkan, tetapi meminta uang di muka sebelum proyek eksis, dan memanfaatkan hubungan kekeluargaan untuk membuka pintu negosiasi dan tekanan. Pola ini disebut penyidik sebagai bentuk praktek korupsi yang lebih rumit dibandingkan gratifikasi biasa.
Tuntutan dan Proyeksi Hukum
KPK menyatakan akan melanjutkan penyidikan dengan mengumpulkan bukti tambahan dan mengembangkan apakah ada pihak lain yang turut terlibat dalam jaringan ini. Jika terbukti, akan ada perluasan tersangka dan kemungkinan pemanggilan saksi dari pihak birokrasi maupun swasta lain yang diduga terkait.
Penegak hukum menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan sesuai prosedur, serta masyarakat diminta tetap mengawasi transparansi penanganan kasus ini agar tidak hanya berujung pada penetapan tersangka, tetapi juga efektif dalam pemberantasan korupsi di tingkat daerah.

