HukumPendidikanTrendingViral

Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga Dinonaktifkan Setelah Kasus Penamparan Siswa Karena Merokok

Lebak, Banten — Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga berinisial DF resmi dinonaktifkan oleh Pemerintah Kabupaten Lebak. Langkah ini diambil setelah muncul dugaan bahwa DF menampar salah satu siswa kelas XII, berinisial ILP (17 tahun), karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah.

Peristiwa tersebut memicu reaksi keras dari siswa dan orang tua — hingga ratusan siswa melakukan mogok belajar sebagai bentuk solidaritas terhadap korban.

Aksi Mogok Belajar & Respon Sekolah

Pada hari Senin (13 Oktober 2025), puluhan hingga ratusan siswa mengambil sikap mogok belajar di SMAN 1 Cimarga. Akibatnya, sekitar 19 ruang kelas tidak terisi selama proses pembelajaran.

Aksi ini diklaim sebagai bentuk protes atas tindakan kepala sekolah yang dianggap melampaui batas saat menindak siswa yang merokok.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, Adang Abdurrahman, menyatakan bahwa proses pemeriksaan terhadap kepala sekolah telah dimulai, dan pihaknya meminta siswa-siswa tersebut kembali ke kelas agar proses belajar bisa berjalan normal kembali.

Ketua Komite Sekolah, Kosim Ansori, ikut turun tangan dengan berkoordinasi bersama orang tua siswa agar situasi kembali kondusif. Ia menyebut bahwa pihak sekolah dan komite bersama orang tua akan meredam konflik agar tidak berkepanjangan.

Kronologi Insiden: Dari Teguran hingga Penamparan

Menurut keterangan pejabat pendidikan lokal, peristiwa bermula saat DF memergoki ILP merokok di kantin belakang sekolah. Dia pertama-tama menegur siswa tersebut, bahkan diduga menggunakan ujaran kasar seperti kata “goblok”.

Saat ILP berusaha melarikan diri, DF mengejarnya dan sempat menanyakan alasan dia merokok. Dalam situasi yang memanas, DF disebut menampar pipi ILP. Saksi menyebut ada bunyi “mengeplak” saat tindakan tersebut dilakukan, meski belum jelas seberapa keras tamparannya.

ILP melaporkan bahwa dia juga sempat ditendang di bagian kaki. Setelah kejadian itu, ILP dibawa ke ruangan BK (Bimbingan Konseling), dan di sana tamparan terjadi. DF dikabarkan sempat menangis setelah emosinya membuncah. Setelah insiden itu, tidak ada laporan kekerasan fisik tambahan dari pihak sekolah.

Keterangan Pihak Sekolah dan Kepala Sekolah

DF mengakui bahwa dirinya menampar murid tersebut, meski mengklaim bahwa tindakan itu spontan dan refleks karena emosi melihat siswa merokok di area sekolah.

Namun, ia membantah tuduhan bahwa ia menendang siswa. Menurut DF, dia hanya mencubit bagian belakang tubuh siswa itu. Ia menyebut bahwa saat itu dia marah dan “gemetar.”

DF juga menyatakan bahwa meskipun terjadi aksi mogok belajar, guru-guru tetap hadir di sekolah dan mempersiapkan materi pengajaran. Pihak sekolah, menurutnya, sudah berkomunikasi dengan orang tua siswa agar tidak memperbesar konflik.

Di sisi lain, DF menuding adanya tekanan eksternal terhadap para siswa, yang menurutnya memicu aksi mogok belajar. Ia menyebut bahwa mogok tersebut bukan murni karena kasus penamparan, melainkan ada “backing” atau pengaruh dari luar.

Respons Pemerintah & Tindakan Penonaktifan

Gubernur Banten, Andra Soni, menyebut bahwa kasus ini serius dan berpotensi dijadikan preseden. Ia menyatakan bahwa DF akan segera dinonaktifkan dari jabatannya.

Langkah penonaktifan ini sudah dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Lebak atas rekomendasi instansi pendidikan dan pengaduan dari orang tua siswa. DF kini dalam tahap pemeriksaan internal.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten meminta agar siswa kembali ke sekolah mulai Rabu (15 Oktober 2025), agar proses belajar mengajar tidak terus terganggu.

Tanggapan Orang Tua Siswa

Ibunda dari ILP, siswa yang menjadi korban, mengutarakan ketidakpuasannya terhadap tindakan kepala sekolah. Dia menolak anaknya dipukuli, meski anaknya kedapatan merokok, dan bertekad membawa kasus ini ke jalur hukum.

“Saya enggak puas, enggak ridho sampai anak saya ditampar, saya pingin ke jalur hukum pokoknya,” ujar sang ibu.

Laporan resmi telah diajukan ke Polres Lebak. Orang tua berharap agar kepala sekolah diproses sesuai hukum yang berlaku agar kasus semacam ini tidak terulang di sekolah-sekolah lain.

Dampak & Isu Lebih Lanjut

Kasus ini bukan semata soal tindakan kekerasan, tetapi juga membuka diskusi luas mengenai batasan disiplin di sekolah, hak siswa, dan peran guru/kepala sekolah dalam mendidik tanpa melanggar hak asasi.

Beberapa isu yang muncul:

  • Kekerasan di Sekolah vs Hukuman Disiplin
  • Apakah menampar siswa termasuk dalam disiplin yang masih diperbolehkan? Batasan ini harus ditegaskan agar tidak ada otoritarianisme dalam institusi pendidikan.
  • Peran Tanggung Jawab Kepala Sekolah
  • Kepala sekolah memiliki fungsi pengasuhan dan kepemimpinan. Tindakan emosional yang berlebihan dapat merusak kepercayaan siswa dan orang tua.
  • Hak dan Kewajiban Siswa
  • Meskipun merokok adalah pelanggaran tata tertib sekolah, siswa tetap memiliki hak mendapat perlakuan adil dan tidak dipaksa secara fisik.
  • Pendidikan Anti-Kekerasan
  • Sekolah dan dinas pendidikan perlu menyosialisasikan cara menangani pelanggaran siswa tanpa kekerasan — lewat konseling, pendekatan persuasif, dan prosedur resmi.
  • Pengawasan Eksternal & Sistem Aduan
  • Harus ada mekanisme transparan dan mudah diakses agar siswa dan orang tua dapat melapor tindakan berlebih atau pelanggaran hak dengan aman.


Kesimpulan

Peristiwa di SMAN 1 Cimarga ini menyorot betapa sensitifnya hubungan antara kewenangan pendidik dan hak siswa. Penonaktifan kepala sekolah DF adalah langkah awal yang diambil oleh pihak berwenang, namun kasus ini menyisakan pelajaran besar: bahwa disiplin sekolah harus dijalankan dengan metode yang menghormati martabat dan hak setiap siswa.

Hingga saat ini, pemeriksaan internal masih berlangsung, dan pihak sekolah bersama orang tua berusaha meredam konflik agar suasana belajar kembali normal. Sementara itu, proses hukum yang dijalankan oleh orang tua siswa menjadi perhatian publik bahwa tindakan di sekolah tidak boleh luput dari akuntabilitas.

Semoga kasus ini menjadi momentum evaluasi sistem pendidikan — agar aturan sekolah ditegakkan bukan dengan kekerasan, melainkan dengan keadilan, dialog, dan humanisme.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *