Ancaman Radiasi Cikande: DPR Desak Langkah Darurat, Tak Mau Ulang Kisah Chernobyl
JAKARTA, kilatnews.id – Alarm bahaya serius berbunyi di kawasan industri Cikande, Serang, Banten. Hasil pengujian radiasi menunjukkan tingkat kontaminasi yang diklasifikasikan “sangat tinggi”, memicu reaksi keras dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah darurat dan tegas. Kekhawatiran terbesar adalah potensi bencana lingkungan jangka panjang yang disamakan dengan tragedi nuklir global.
Anggota Komisi VII DPR RI, yang membidangi energi dan lingkungan, menyatakan bahwa temuan ini bukan lagi masalah yang bisa ditangani secara prosedural biasa. Tingkat radiasi yang terdeteksi melampaui batas aman dan berpotensi menimbulkan dampak kesehatan serta kerusakan ekosistem yang masif jika tidak segera ditangani.
“Kami tidak mau Indonesia mengalami kasus seperti Chernobyl, apalagi di wilayah padat penduduk dan industri seperti Cikande,” ujar salah satu anggota dewan dalam rapat kerja yang berlangsung panas.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang Terabaikan
Kawasan Cikande selama ini dikenal sebagai salah satu sentra industri besar di Banten. Namun, di balik geliat ekonominya, masalah pengelolaan limbah B3, termasuk limbah yang berpotensi radioaktif, kerap menjadi isu kronis.
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) telah dipanggil untuk menjelaskan duduk perkara temuan radiasi ini. Hasil investigasi awal menunjukkan bahwa sumber radiasi diduga berasal dari penimbunan atau pembuangan limbah sisa material industri yang mengandung zat radioaktif. Meskipun belum ada konfirmasi resmi mengenai jenis isotop radioaktif yang dominan, tingginya angka radiasi menunjukkan bahaya kesehatan serius, mulai dari risiko kanker hingga kerusakan genetik pada populasi sekitar.
Parlemen menyoroti lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang lalai mengelola limbahnya. Kasus Cikande ini dipandang sebagai puncak gunung es dari masalah limbah B3 nasional yang sering luput dari perhatian serius pemerintah daerah maupun pusat.
“Limbah B3 harus diperlakukan sebagai ancaman keamanan nasional, bukan hanya masalah kebersihan biasa. Pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap semua perusahaan di sana,” tegas anggota Komisi VII tersebut.
Desakan Pembentukan Tim Satgas Khusus
Menyikapi urgensi situasi, DPR mendesak agar pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan BAPETEN dan Kepolisian, segera membentuk tim satuan tugas (satgas) khusus. Satgas ini harus bertindak cepat dengan tiga agenda utama:
- Isolasi dan Dekontaminasi: Melokalisasi area dengan tingkat radiasi tertinggi dan memulai proses dekontaminasi darurat untuk meminimalisir penyebaran ke area pemukiman dan sumber air.
- Audit dan Penindakan Hukum: Melakukan audit ketat terhadap semua industri di Cikande yang berpotensi menjadi sumber limbah radioaktif, serta menerapkan sanksi pidana dan perdata maksimal kepada pihak yang terbukti melakukan pembuangan limbah secara ilegal.
- Edukasi dan Pemantauan Kesehatan: Memberikan informasi yang transparan kepada masyarakat sekitar Cikande dan memulai pemantauan kesehatan jangka panjang, terutama bagi mereka yang berdomisili atau bekerja dekat dengan lokasi kontaminasi.
Kecelakaan seperti Chernobyl (1986) atau bahkan Fukushima (2011), meskipun bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), menjadi pengingat pahit tentang bagaimana kegagalan penanganan materi radioaktif dapat menyebabkan kerugian kemanusiaan dan ekologis yang tak terpulihkan selama puluhan tahun.
Indonesia, yang tidak memiliki PLTN skala besar, kini menghadapi ancaman serupa dari kelalaian industri dalam pengelolaan limbah. Kasus Cikande ini harus menjadi wake-up call bagi pemerintah dan aparat penegak hukum bahwa pengawasan lingkungan tidak boleh lagi menjadi formalitas belaka.
DPR menegaskan akan terus mengawasi penanganan kasus ini dan meminta laporan perkembangan harian. “Jangan sampai ada nyawa yang dikorbankan karena kelalaian industri dan ketidaktegasan negara,” tutup anggota dewan itu.