Politik

Dua Putra Aceh Dilantik Jadi Dewan Hakim STQH Nasional XXVIII di Kendari, Fuqaha Aceh Bangga

Banda Aceh / Kendari, 12 Oktober 2025 — Momen membanggakan datang dari Aceh ketika dua putra Aceh resmi dilantik sebagai Dewan Hakim dalam ajang Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional ke-28, yang digelar di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Acara pelantikan berlangsung di Kendari sebagai bagian dari rangkaian kegiatan STQH Nasional yang akan diselenggarakan sejak 11 hingga 18 Oktober 2025. Pelantikan dewan hakim menjadi bagian penting dalam persiapan untuk menjamin keadilan dan kualitas penilaian dalam berbagai cabang lomba seperti tilawah, tahfiz, tafsir, hingga hafalan hadis.

Konteks STQH Nasional XXVIII & Peran Dewan Hakim

STQH (Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis) adalah turnamen keagamaan nasional yang diadakan dua tahun sekali, dengan cabang lomba yang mencakup tilawah anak dan dewasa, tahfiz (berbagai juz), tafsir, dan hafalan hadis. Menurut dokumen Kementerian Agama, STQH bergantian dengan MTQ, dan STQH tahun ini diadakan di Kendari.

Untuk memastikan penilaian yang kredibel dan independen, panitia pusat STQH menunjuk sejumlah dewān hakim yang memiliki kapabilitas tinggi dalam bidang Al-Qur’an dan Hadis. Pelantikan dewan hakim adalah bagian penting agar jalannya perlombaan berjalan adil, transparan, dan sesuai standar keilmuan.

Dalam acara pelantikan ini, dua figur Aceh — yang telah dipilih melalui proses seleksi nasional — resmi mengemban tugas sebagai penilai dalam ajang keagamaan prestisius tersebut. Kehadiran mereka di posisi hakim bukan hanya penghargaan individu, tetapi juga pengakuan atas kapasitas profesional keagamaan Aceh.

Siapakah Mereka & Harapan dari Aceh?

Meskipun nama-nama resmi kedua dewan hakim Aceh tidak disebutkan secara luas dalam liputan publik Aceh, pengumuman ini disambut positif oleh kalangan fuqaha dan pesantren di Aceh. Para tokoh agama menyebut bahwa keberadaan hakim dari Aceh akan memperkuat representasi Aceh dalam komunitas keagamaan nasional.

Fuqaha Aceh menyampaikan harapan bahwa kedua hakim tersebut dapat menjalankan tugas dengan integritas, keilmuan, dan dedikasi tinggi. Pesan yang sering disampaikan adalah bahwa dalam penilaian perlombaan keagamaan, unsur keadilan, pemahaman tafsir, kualitas tajwid, dan pemahaman hadis harus menjadi landasan utama—tidak sekadar “penampilan” atau aspek estetika semata.

Proses & Waktu Pelantikan

Pelantikan dilakukan sebelum perlombaan resmi dimulai. Sebagai bagian dari rangkaian STQH Nasional, dewan hakim yang dilantik ditempatkan di panel penilai untuk berbagai cabang lomba mulai hari pertama.

Acara utama pembukaan STQH dijadwalkan pada 11 Oktober 2025, dan selama satu pekan kemudian akan berlangsung perlombaan tilawah, tahfiz (dengan beragam juz), tafsir, serta hafalan hadis (100 dan 500 hadis) baik dengan atau tanpa sanad.

Panitia pusat juga menyebut bahwa STQH XXVIII akan menghadirkan 72 orang dewan hakim, serta lebih dari 250 pejabat pusat dan daerah sebagai pendukung acara.

Signifikansi Pelantikan untuk Aceh

Pelantikan ini tidak sekadar simbolis. Beberapa makna pentingnya:

Peningkatan prestise Aceh dalam ranah keagamaan nasional
Ketika Aceh memiliki wakil sebagai hakim dalam event nasional, ini menunjukkan bahwa kualitas ulama dan cendekiawan Qur’ani Aceh diakui secara luas.

Motivasi bagi generasi muda penghafal Qur’an & Hadis
Anak-anak santri di pesantren akan merasa bahwa bukan hanya peserta lomba saja yang bisa berkiprah — tetapi juga sebagai hakim, opini keagamaan, dan pendidik.

Keterlibatan aktif dalam kepemimpinan keagamaan
Posisi hakim memberi peluang untuk pengaruh dalam standar penilaian, pemilihan tema tafsir atau hadis, dan menjaga kualitas penilaian agar sesuai keilmuan.

Jembatan jaringan keagamaan Aceh & nasional
Verbally, hakim Aceh bisa menjadi jembatan komunikasi antara lembaga keagamaan Aceh dengan kepanitiaan pusat, menyampaikan kebutuhan, standar, atau masukan dari lapangan Aceh.

Walaupun pelantikan adalah langkah positif, sejumlah tantangan menanti:

Kredibilitas & netralitas: hakim harus benar-benar independen dalam penilaian agar tidak muncul tuduhan keberpihakan.

Persepsi publik: masyarakat dan kontestan akan mengamati profesionalisme kedua hakim terutama jika keputusan kontroversial muncul.

Jangka panjang kontribusi Aceh: hakim Aceh tidak hanya di acara ini, tetapi bagaimana kiprah mereka bisa berlanjut dalam pendidikan keagamaan Aceh serta pembinaan ulama muda.

Bagi Aceh, keberhasilan mereka dalam menjalankan tugas akan menjadi titik tolak agar lebih banyak putra Aceh terlibat dalam struktur keagamaan level nasional — baik dalam posisi ulama, hakim, cendekiawan, maupun peneliti Al‐Qur’an & Hadis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *