News

Ketegangan Memuncak: Israel dan Hizbullah di Ambang Perang Terbuka

Beirut/Tel Aviv — Ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hizbullah terus meningkat dalam beberapa hari terakhir, memicu kekhawatiran akan pecahnya perang besar baru di Timur Tengah.
Serangan udara, artileri, dan rudal saling diluncurkan di perbatasan Israel–Lebanon, sementara ribuan warga sipil di kedua sisi perbatasan telah mengungsi untuk menghindari bentrokan.

Laporan terbaru dari BBC News menyebutkan bahwa Israel telah melancarkan serangan udara skala besar ke Lebanon Selatan, menargetkan pangkalan dan gudang senjata milik Hizbullah.
Sebagai balasan, Hizbullah meluncurkan lebih dari 100 roket ke wilayah utara Israel, termasuk kota Kiryat Shmona dan area strategis Galilea.

Pertempuran ini disebut-sebut sebagai eskalasi paling serius sejak perang Israel–Hizbullah tahun 2006 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang.


Serangan Balasan dan Peringatan dari Kedua Pihak

Militer Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan udara mereka menargetkan “fasilitas penyimpanan senjata dan jaringan komunikasi militer Hizbullah” di wilayah Nabatieh dan Tyre, Lebanon.
Dalam keterangan resminya, juru bicara IDF mengatakan,

“Setiap serangan terhadap warga Israel akan dibalas dengan kekuatan penuh. Israel tidak akan mentoleransi ancaman di utara.”

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah menegaskan bahwa kelompoknya siap menghadapi konfrontasi langsung jika Israel terus melancarkan agresi.

“Kami tidak akan tinggal diam. Setiap peluru yang ditembakkan ke Lebanon akan dibalas sepuluh kali lipat,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi Al-Manar.

Pernyataan keras dari kedua pihak memperkuat kekhawatiran bahwa bentrokan yang awalnya bersifat terbatas bisa berubah menjadi perang terbuka lintas batas.


Situasi di Lapangan: Warga Sipil Mengungsi

Pemerintah Lebanon melaporkan lebih dari 20.000 warga telah meninggalkan desa-desa di selatan, terutama di wilayah Bint Jbeil, Marjayoun, dan Aitaroun.
Sementara di Israel utara, sirene peringatan udara terdengar tanpa henti sejak Kamis malam, dan ribuan warga dievakuasi ke tempat perlindungan bawah tanah.

Seorang warga Lebanon, Rasha Moukalled, mengatakan kepada BBC,

“Kami mendengar suara jet dan ledakan setiap jam. Tidak ada tempat aman lagi di sini. Kami hidup dalam ketakutan setiap hari.”

Situasi kemanusiaan di perbatasan pun memburuk. Rumah Sakit Tyre melaporkan kekurangan pasokan medis, sementara Palang Merah Lebanon mengatakan bahwa banyak jalur evakuasi terputus karena jalan rusak akibat serangan udara.


Reaksi Dunia Internasional

Meningkatnya konflik ini memicu kekhawatiran global.
PBB, Amerika Serikat, dan Uni Eropa menyerukan penurunan tensi dan menekankan pentingnya menghindari konfrontasi besar di kawasan.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan dalam pernyataan resminya,

“Satu peluru lagi bisa memicu perang yang tidak diinginkan siapa pun. Dunia tidak mampu menghadapi satu konflik besar lagi di Timur Tengah.”

Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat menyatakan dukungan terhadap hak Israel untuk membela diri, namun mendesak agar tindakan militer dilakukan “secara proporsional.”
Di sisi lain, Iran, sekutu utama Hizbullah, memperingatkan bahwa serangan lanjutan Israel terhadap Lebanon “akan menimbulkan konsekuensi yang tidak dapat diprediksi.”


Dimensi Regional: Bayang-Bayang Gaza dan Suriah

Ketegangan di perbatasan Israel–Lebanon tidak dapat dilepaskan dari konflik yang masih berlangsung di Gaza.
Sejak serangan besar Hamas ke Israel pada Oktober 2024, Hizbullah — yang beraliansi dengan Hamas — telah beberapa kali melancarkan serangan solidaritas ke wilayah Israel utara.

Bagi banyak analis, pertempuran ini bukan hanya soal perbatasan, tetapi bagian dari strategi lebih luas antara Iran dan sekutunya melawan aliansi Barat di Timur Tengah.

Menurut Dr. Karim Makdisi, profesor hubungan internasional di American University of Beirut,

“Apa yang terjadi saat ini adalah babak baru dari perang proksi antara Iran dan Israel. Setiap serangan bukan hanya keputusan taktis, tapi pesan politik yang diarahkan ke Washington dan Teheran.”

Selain di Lebanon, ketegangan juga meningkat di Suriah. Israel mengklaim telah menggempur konvoi logistik Iran yang diduga membawa senjata untuk Hizbullah melalui wilayah Damaskus.


Ancaman Perang Terbuka

Pengamat militer menilai bahwa situasi saat ini berada di titik paling genting dalam dua dekade terakhir.
Hizbullah memiliki lebih dari 150.000 roket dan rudal jarak menengah, banyak di antaranya mampu menjangkau seluruh wilayah Israel.
Sebaliknya, Israel memiliki kekuatan udara dan sistem pertahanan Iron Dome yang terbukti mampu menangkis sebagian besar serangan roket.

Namun, jika eskalasi berlanjut, perang penuh akan membawa dampak kehancuran besar, terutama bagi Lebanon yang masih terpuruk akibat krisis ekonomi.

“Perang 2006 membuat Lebanon mundur 10 tahun. Jika perang baru terjadi, negara ini mungkin tak akan pulih dalam satu generasi,” ujar Maha Yahya, direktur Carnegie Middle East Center, kepada BBC Arabic.


Upaya Diplomasi

PBB dilaporkan sedang mengupayakan pertemuan darurat Dewan Keamanan untuk membahas langkah pencegahan perang.
Prancis dan Qatar, yang memiliki hubungan dengan kedua pihak, juga tengah melakukan mediasi rahasia.

Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda de-eskalasi nyata.
Serangan udara masih berlanjut, dan laporan dari lapangan menunjukkan peningkatan mobilisasi pasukan di sepanjang perbatasan selatan Lebanon.

“Kami sudah di ambang perang total,” kata Mayor Jenderal Amos Yadlin, mantan kepala intelijen militer Israel. “Jika Hizbullah terus menembakkan roket, Israel akan merespons tanpa batas.”


Penutup: Bayangan Konflik yang Tak Pernah Usai

Konflik antara Israel dan Hizbullah kembali mengingatkan dunia pada rapuhnya perdamaian di Timur Tengah.
Setiap serangan, setiap balasan, membawa kawasan ini semakin dekat pada perang yang tak diinginkan — namun seolah tak terhindarkan.

Bagi warga sipil di perbatasan utara Israel dan Lebanon Selatan, hidup kini kembali diwarnai suara sirene dan ledakan, seperti dua dekade silam.
Di langit yang terus memerah oleh api artileri, satu pertanyaan menggantung:
berapa lama lagi dunia harus menyaksikan siklus kekerasan yang tak pernah berakhir ini?


📌 Sumber:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *